Di sebuah pagi yang tenang di wilayah kecamatan di Kabupaten Sanggau, suara gonggongan anjing dan meongan kucing terdengar bersahutan. Namun di balik suasana itu, tersimpan kekhawatiran yang nyata. Rabies, penyakit virus yang mematikan, telah menelan lima korban jiwa di Kabupaten Sanggau hanya dalam tujuh bulan pertama tahun 2025. Dengan 1.137 kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) tercatat, ancaman ini bukan lagi sekadar statistik—ia telah menjadi kenyataan yang menuntut tindakan segera.

Rabies bukan penyakit biasa. Ia menyerang sistem saraf pusat dan hampir selalu berujung fatal jika gejala telah muncul. Demam, sakit kepala, dan kelemahan hanyalah permulaan. Pada tahap lanjut, penderita bisa mengalami hidrofobia—ketakutan ekstrem terhadap air—halusinasi, hingga kelumpuhan. Virus ini menyebar melalui air liur hewan terinfeksi, masuk ke tubuh manusia lewat luka terbuka akibat gigitan atau cakaran. Anjing, kucing, monyet, dan kelelawar adalah pembawa utama yang tak bisa dianggap remeh.

Ketika Angka Berbicara, Tindakan Harus Menyusul

Lonjakan kasus rabies di Sanggau, terutama di Kecamatan Beduai yang turut menyumbang satu korban jiwa, mendorong pemerintah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Ini bukan sekadar label administratif, melainkan sinyal bahwa situasi telah melampaui ambang normal dan membutuhkan intervensi luar biasa.

Vaksinasi: Harapan di Tengah Krisis

Sebagai respons, Dinas Perkebunan dan Peternakan melalui Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan meluncurkan program vaksinasi gratis terhadap HPR. Dimulai pada 25 Agustus dan dijadwalkan berlangsung hingga 6 September 2025, program ini dipimpin langsung oleh PLH Kabid Peternakan, Ibu Finy Widyanti, S.Pt, bersama tim teknis dan petugas lapangan dari tiap kecamatan.

Tujuannya jelas: membentuk kekebalan kelompok di antara populasi HPR, memutus rantai penularan, dan menyelamatkan nyawa.

Capaian Awal: Antara Harapan dan Tantangan

Hari pertama vaksinasi di Kelurahan Bunut, Kecamatan Kapuas, berhasil menjangkau 199 ekor hewan—55,3% dari total populasi 360 ekor. Di Desa Pusat Damai, Kecamatan Parindu, capaian lebih tinggi: 410 ekor tervaksin dari 512 ekor, atau 80%. Hari berikutnya, di Desa Hibun, Kecamatan Parindu, sebanyak 380 ekor tervaksin dari 677 ekor, dengan tingkat keberhasilan 56%.

Jenis hewan yang divaksinasi meliputi anjing, kucing, dan bahkan satu ekor kera. Angka-angka ini mencerminkan semangat masyarakat, namun juga mengungkap tantangan nyata di lapangan.

Mengapa Tidak Semua Bisa Divaksin?

Di balik angka yang belum maksimal, terdapat berbagai kendala. Banyak HPR yang tidak bisa dipegang oleh pemiliknya, atau tidak berada di rumah saat tim vaksinasi datang. Beberapa warga belum sepenuhnya memahami pentingnya vaksinasi, sementara kondisi geografis dan logistik turut memperumit pelaksanaan.

Sinergi Adalah Kunci

Program vaksinasi ini bukan sekadar agenda teknis, melainkan perjuangan kolektif melawan ancaman yang nyata. Pemerintah Kabupaten Sanggau mengajak seluruh warga untuk berperan aktif: memastikan hewan peliharaan mereka divaksinasi, menyebarkan informasi, dan segera melaporkan kasus gigitan.

Di tengah tantangan, harapan tetap menyala. Dengan sinergi antara pemerintah, petugas lapangan, dan masyarakat, Sanggau memiliki peluang besar untuk keluar dari bayang-bayang rabies dan kembali menjadi wilayah yang aman, sehat, dan tangguh.

Oleh : Dema Iqbal, S.Pt